Tidak ada yang ,mengetahui secara pasti sejak kapan burung Eropa ini masuk ke Indonesia. Tetapi lama sebelum perang dunia ke II orang sudah banyak mengenalnya. Pembawanya sudah tentu orang Belanda maupun para pedagang asing yang kebetulan mempunyai keperluan dagang di Indonesia dan pemelihara nya juga terbatas hanya di kalangan mereka saja.pada umumnya bangsa kita hanya mengenalnya sebagai burung mewah,kalaupun ada yg memelihara mereka tergolong dikalangan orang orang kaya saja.Perlu dicatat sekitar tahun 1939 untuk seekor kenari penyanyi dari rasHarzer harganya mencapai lima belas sampai dua puluh lima gulden.sedangkan gaji seorang klerk pd waktu itu hanya sekitar lima belas gulden sebulan.apalagi kalau kita bandingklan dengan harga padi yg harganya hanya lima gulden perkwintal. Dengan demikian pada masa itu burung ini mendapat julukan “burung milyuner”.Bahkan karena burung ini dari Eropa maka makanannya pun harus dari Eropa pula.Maka dari itu burung ini tidak mendapat perhatian dinegara kita jangan kan memeliharan ya yang mengenalpun jarang.
Pada jaman Jepang burung monopoli orang Belanda ini dianggap musnah.Ada lagi sekitar tahun 1949 dengan masuknya beberapa burung impor ke Jakarta,Bandung dan Surabaya.tetapi makanan burung ini masih tetap menurut resep makanan dijaman kolonial yaitu bijian impor.Karena itu tidak heran hanya orang tertentu saja yg memeliharanya.Mereka tidak ingin mencoba memberi makan biji bijian yg ada disini,mungin karena takut merosot nilainya sebagai burung mewah.
Empat tahun kemudian kota Semarang menyusul yaitu sekitar tahun 1952 peternakan di kota ini dimulai satu dua orang dan dalam jangka waktu lima tahun saja sudah mulai populer dan mulai mengekspor hasil ternaknya ke kota kota lain.
Pemelihara di kota semarang mencoba memberi makanan burungnya dengan berupa biji lobak,biji sawi,jewawut dan bibi kecil lainnnya disamping makanan aslinya dari Eropa,dan ternyata bijian ini dimakan pula tanpa mengganggu kesehatan atau pembiakannya.
Mulailah resep makanan kolonial dikesampingkan karena di anggap terlalu mahal dan susah didapatnya.Mungkin karena penemuan inilah yg menjadi salah satu faktor pendorong perkembangan ternak kenari dikota Semarang.
Setelah umum mengetahui betapa mudahnya beternak burung ini,maka kian hari kian bertambah hasrat untuk beternak atau sekedar untuk memelihara,Mulailah tampak pasaran nya dan dengan sendirinya permintaan akan burung ini makin lama makin deras,sedangkan jumlah barangnya sangat terbatas.Produksi burung kenari selain ditentukan oleh kecakapan beternak juga tergantung kepada alam.Populerlah nama burung Eropa ini dengan menanjak namanya maka sudah tentu harganya pun naik dengan pesatnya.Maka berkumandanglah suara publikasi mengenai warna burung yg jarang didapat dan cukup indah
All of lenterakita.com work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Leave A Reply